Buruh Sering Diasosiasikan Sebagai Orang Pinggiran - Suara Medan | Info Medan Terkini

Buruh Sering Diasosiasikan Sebagai Orang Pinggiran

Buruh Sering Diasosiasikan Sebagai Orang Pinggiran
SUARAMEDAN.com - Buruh sering diasosiasikan sebagai orang pinggiran, bersama nelayan, petani dan kaum miskin kota lainnya. Kali ingin, kami ingin memperkaya khazanah dan sudut pandang terhadap wacana pergerakan buruh. Semoga bermanfaat.

Kritik Pergerakan
Entitas buruh jumlahnya sangat besar. Namun, serikat buruh selaku wadah perjuangannya lebih memilih peran sebagai pressure group. Setidaknya hal ini terlihat dari pola gerakan yang dijalani. Misalnya dengan lebih banyak melakukan aksi solidaritas, aksi pemogokan, tuntutan terhadap hak – hak normatif buruh dll.

Hal tersebut tidak sepenuhnya salah, hanya kurang strategis dan efektif. Cobalah bandingkan dengan pergerakan koperasi. Koperasi adalah badan (wadah perjuangan) yang berfokus untuk mensejahterakan anggotanya.

Memang dalam serikat buruh, juga ada koperasi. Namun hal itu hanya sampingan dan tidak bertransformasi menjadi ruh pergerakan buruh. Mayoritas serikat buruh terjebak dalam mainstream “gerakan kiri”, yang mengedepankan konflik sosial sebagai paradigma gerakannya.

Partai Buruh
Meski jumlahnya besar, namun buruh bukanlah entitas politik yang solid. Dalam kancah nasional, partai buruh hanyalah partai gurem yang seringkali tampil menjadi penggembira dan pesakitan.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Pertama, karena komunitas buruh sering menjadi entitas yang tersubordinasi. Saat kembali ke rumah, identitas mereka bukan lagi sebagai buruh, tapi menjadi anggota ormas tertentu, paguyuban tertentu dll. Dan faktor tersebut lebih kuat pengaruhnya dalam menentukan orientasi dan afiliasi politiknya.

Kedua, karena gagal membangun relasi politik yang kuat dan bermartabat. Serikat buruh biasanya memiliki daya tawar saat ajang pemilu maupun pilkada. Namun setelahnya, ibarat habis manis sepah dibuang. Bisa karena wanprestasi, bisa karena ditinggalkan oknum atasannya, bisa pula karena tuntutan yang tidak rasional dan diluar kewenangan pengambil kebijakan.

Fenomena Inggris
Inggris mungkin bisa menjadi alternatif bagi pegiat serikat buruh tentang bagaimana memperjuangkan buruh. Citarasanya benar – benar berbeda dengan gerakan buruh di eropa daratan, rusia maupun china yang cenderung bermazhab revolusioner.

Agitasi massa tidak menjadi mainstream. Pemogokan, protes sosial dan anarkisme juga bukan pilihan utama, apalagi gerakan kudeta. Semua berjalan dijalur konstitusional. Dan, mereka meraih dukungan bagus dari publik.

Khatimah
Bukan berarti kami tidak peduli dengan perjuangan nasib buruh, tapi kami prihatin dengan bagaimana cara mereka memperjuangkan nasibnya. Sudah selayaknya serikat buruh ganti mazhab perjuangan.

Serikat buruh harus bisa meningkatkan kesejahteraan buruh, dari mustahik menjadi muzakki. Bukan sekedar dengan tuntutan, tapi dengan gerakan pemberdayaan. Jika perlu, serikat buruh harus mampu mendorong buruh tampil menjadi wirausaha tangguh.

Sehingga kelak aktivis buruh dikenal bukan karena protes dan tuntutannya, tapi karena kreativitas dan kemandiriannya. Kelak, hari buruh bukan diisi dengan protes dan aksi jalanan, tapi dengan bakti sosial dan aksi simpatik.

Eko Jun

Subscribe to receive free email updates:

loading...

0 Response to "Buruh Sering Diasosiasikan Sebagai Orang Pinggiran"

Post a Comment