Rupiah Bisa Kembali Rp8.600 per Dolar Dengan Kebijakan Ini

SUARAMEDAN.com -Masih kental di ingatan kita pada 2011 lalu, nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) perkasa di level Rp8.600 per dolar AS. Ketika itu cadangan devisa Indonesia mencapai titik tertinggi sepanjang sejarah yaitu US$124 miliar, apa yang terjadi saat itu?

Komisaris Independen Bank Permata, Tony Prasetiantono, menceritakan, pada saat itu arus modal dari Amerika serikat sedang deras-derasnya tersebar ke seluruh dunia, termasuk ke Indonesia. 

Kebijakan pelonggaran moneter AS yang diimplementasikan oleh bank sentral AS dengan mencetak uang, ternyata tidak hanya memenuhi likuiditas keuangan di negara tersebut, tetapi juga menyebar ke negara-negara berkembang.  

"Itu adalah kebijakan quantitative easing," ujarnya kepada wartawan, di Jakarta, Kamis 20 Agustus 2015 saat dilansir dari viva.co.id.  

Menurutnya, uang AS yang mengalir ke Indonesia mencapai puncaknya pada Juli hingga Agustus 2011. Terbukti, saat itu penguatan rupiah mencapai level terkuat dan begitu pula cadangan devisa yang disimpan Bank Indonesia (BI). 

"Jadi ada korelasi antara arus modal asing yang masuk (capital inflow) dalam dolar, dengan cadangan devisa yang menguat dan rupiah juga mengalami penguatan," tambahnya.  

Kini, masa qunatitative easing sudah berakhir, bank sentral AS berencana menaikkan kembali suku bunga acuannya. Artinya investasi di negara Paman Sam tersebut akan kembali menjanjikan imbal hasil yang menggiurkan. 

Terbukti, berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia, Kamis 20 Agustus 2015, rupiah diperdagangkan di level Rp13.838 per dolar AS. Meskipun tidak menjadi satu-satunya penyebab, kebijakan AS tersebut berperan dominan dalam pelemahan yang terjadi. 

"Jadi mau siapa presidennya rupiah tidak akan kembali ke level Rp8.600 per dolar AS, sepanjang Amerika itu tidak mencetak uang lagi dan ikut mengalir ke sini (Indonesia). Kalau pun menguat itu akan keterbatasan," ungkapnya. 

Tweet

Subscribe to receive free email updates:

loading...