FITRA : Undang-undang MD3 Pintu Masuk Korupsi - Suara Medan | Info Medan Terkini

FITRA : Undang-undang MD3 Pintu Masuk Korupsi


FITRA : Undang-undang MD3 Pintu Masuk KorupsiSUARAMEDAN.com - Setelah Muhammadiyah yang akan menggugat UU Tax amnesty, kini giliran Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) akan menggugat Pasal 80 huruf j UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (UU MD3). 


Pasal 80 huruf j yang mengatur ketentuan kewenangan DPR memperjuangkan dana aspirasi, dinilai menjadi pintu masuk terjadinya korupsi.

"Kami rencananya akan melakukan uji materi UU MD3 Pasal 80 huruf j dalam waktu sebulan ini. Pasal ini jebakan dan ambigu, menjadi justifikasi DPR untuk meminta dana aspirasi. Hal ini menjadi pinta masuk DPR melakukan korupsi dari dana aspirasi tersebut," kata Manager Advokasi dan Investigasi Fitra, Apung Widadi, di Kedai Kopi, Jakarta, Jumat (2/9).

Apung menilai, dana aspirasi ini hanya menjadi celah DPR untuk meminta fee dari proyek di dapil atau daerah lain. Dia beranggapan, seolah-olah DPR yang memperjuangkan dana aspirasi, kemudian mengontrolnya, tetapi kenyataanya DPR berupaya menarik fee 7-10 persen dalam setiap alokasi anggaran aspirasi.

"Dalam setahun ini, setidaknya dua kasus dana aspirasi yang ditangani oleh KPK, yakni kasus politisi demokrat I Putut Sudiartana dan kasus politisi PDI-P yaitu Damayanti. Kedua kasus ini menjadi momentum memperbaiki alokasi dana aspirasi DPR," ungkap dia.

Menurut Apung, dua kasus tersebut mempunyai nilai nominlnya yang sangat besar, baik dari jumlah anggaran proyek maupun fee yang diterima. Dalam kasus Damayanti, kata dia, misalnya, proyek yang diurus adalah pelebaran pembangunan Jalan Tehoru-Laimu Maluku Utara senilai Rp 41 miliar.

Fee yang diberikan oleh pengusaha yang akan melaksanakan sebesar Rp 3,2 miliar. Perjanjiannya kalau mulus maka Damayanti akan dapat 8 persen dari total proyek. Beberapa anggota DPR lain juga kecripatan dalam kasus ini.

"Lebih mencengangkan, I Putu Sudiartana mengurus proyek senilai Rp 300 miliar untuk pembangunan jalan di Sumatera. Sebagai awalan, fee diduga telah dicairkan Rp 3,28 miliar, dari kurang lebih 7-8 persen dari total anggaran proyek," ungkap dia.

Dari kasus tersebut, kata Apung, Fitra menganalisa bahwa dana aspirasi merupakan dana siluman yang harus segera diberantas karena sumber korupsi. Menurutnya, dana aspirasi biasanya mendompleng dana tranfer ke daerah, yakni Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus Fisik Infratruktur.

"Padahal dalam APBN Perubahan 2016 saat ini, dana tranfer ke daerah sangat besar, melebihi anggaran Kementerian senilai Rp 276,3 triliun. Semua dana itu diduga didomplengi oleh kepentingan politik dan rente. Jika rumus 7-8 persen untuk transaksi korupsi, maka setahun kira-kira Rp 22,8 triliun lenyap menjadi bancakan elit dan pengusaha. Dampaknya, rakyat semakin menderita, jalan rusak, ekonomi daerah tidak maju,” terang dia.

Karena itu, lanjut dia, Fitra menuntut dana aspirasi ini dihapus. Karena, pertama tidak ada nomenklatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Keuangan Negara. Kedua, perilaku koruptif ini mengancam uang negara sebesar Rp. 22,8 triliun per tahun dari Rp. 276 dana tranfer daerah.

"Dana aspirasi juga mengancam kegagalan distribusi pembangunan di daerah, karena dipolitisasi dan dikorupsi. Dana Aspirasi bukan solusi pembangunan daerah," pungkasnya.

Subscribe to receive free email updates:

loading...

0 Response to "FITRA : Undang-undang MD3 Pintu Masuk Korupsi"

Post a Comment