Siapakah Ahok Sebenarnya? - Suara Medan | Info Medan Terkini

Siapakah Ahok Sebenarnya?


Siapakah Ahok Sebenarnya? SUARAMEDAN.com - Isu Ahok "Kolumnis Kelima" Tiongkok Beberapa hari lalu, majalah The Economist meluncurkan artikel yang berjudul Crying Blasphemy in Jakarta: The Persecution of a Christian Mayor in Indonesia. 


Artikel tersebut menyoroti situasi politik teraktual seputar kasus penistaan agama yang menerpa calon gubernur petahana DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok, dalam kaitannya dengan kebangkitan intoleransi terhadap etnis Tionghoa di Indonesia, Front Pembela Islam (FPI), dan Angkatan Darat (AD). Perlu diperhatikan adalah pertanyaan yang cukup provokatif pada sub-judul sebelum dua paragraf penutup tulisan: Who Are The Real Fifth Columnist?Fifth Colomnist atau Kolumnis Kelima adalah istilah yang populer semenjak terbitnya buku novel karya Ernest Hemingway yang bercerita tentang perang sipil Spanyol tahun 1936.

Saat itu, "Kolumnis Kelima" merujuk pada suatu grup di dalam Ibukota Spanyol (Madrid) yang berkolaborasi dengan Keempat Kolumnis pasukan bersenjata pimpinan para jenderal nasionalis Spanyol yang sedang menuju Madrid untuk menggulingkan pemerintahan Republik.

Tulisan di The Economist tersebut merasa terganggu ketika saat ini berkembang sindiran (insuniation) yang menyebut Ahok adalah "Kolumnis Kelima" bagi Tiongkok. Bagi The Economist, daripada tentang kalah menangnya Ahok di pilkada DKI Jakarta, yang lebih mengkhawatirkan adalah intrik dari para jenderal AD. Dihubungkanlah kemudian kedekatan antara FPI dengan para jenderal tersebut sejak berdirinya organisasi tersebut di tahun-tahun awal Reformasi. Memang FPI adalah salah satu organisasi massa terdepan yang melawan menguatnya pengaruh Tiongkok di Indonesia.

Diulas juga tentang Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantio (berasal dari AD), yang dianggap "eksentrik", yang kerap berbicara di publik tentang proxy waryyang dilancarkan Tiongkok dan juga kepenguasaan Tiongkok atas perekonomian Indonesia.

Intinya, The Economist khawatir bahwa situasi politik di Jakarta akan berkembang menjadi kerusuhan massal yang kembali menyasar etnis Tionghoa seperti pernah terjadi di tahun 1965 dan 1998- yang dianggapnya juga terdapat peran AD di belakang kedua kerusuhan ini.

Kenyataannya memang saat ini di grup-grup media sosial (Whatsapp, Twitter, Facebook, dsb) telah beredar isu-isu: membanjirnya Tenaga Kerja asal Tiongkok (yang mencapai 10 juta orang!?), foto Dasar Negara Pancasila berhuruf Tiongkok, foto anjungan Indonesia di Dubai yang bergaya Tiongkok, isu Presiden Jokowi adalah keturunan Tionghoa dan PKI (Partai Komunis Indonesia, yang hancur tahun 1965), isu mata uang baru keluaran BI yang mirip Yuan,  dsb. Jadi, Ahok sebagai Kolumnis Kelima Tiongkok seharusnya juga merupakan isu yang belum terverifikasi.

Empat Fakta Penting tentang Ahok Sekarang kita berbicara tentang Ahok yang bukan sekedar isu: Meskipun situasi kasus Ahok dapat berujung pada intoleransi SARA (seperti kekhawatiran The Economist), tapi adalah fakta bahwa Ahok yang beragam Kristen-Protestan sendirilah yang memulai perbuatan intoleransi dengan pidato berbau kampanyenya (sebelum masa kampanye) di Kepulauan Seribu tanggal 27 September 2016 -yang muatannya mencampuri ajaran Agama Islam.

Dan ternyata modus semacam ini sudah umum dilakukan Ahok semenjak dirinya masih berpolitik di Belitung bertahun-tahun yang lalu. Nasib Ahok dalam kasus penistaan Agama ini persis seperti termuat dalam Alkitab: Siapa menabur angin, dia akan menuai badai... Hukuman penjara 4-5 tahun cukup setimpal bagi Ahok.

Dengan serangkaian kebijakan penggusuran paksanya saat masih aktif menjabat Gubernur DKI, Ahok dapat dikategorikan sebagai pelanggar HAM berat. Kesimpulan ini adalah berdasarkan penelitian yang dilakukan LBH Jakarta (dipublikasikan 2 Desember 2016). LBH Jakarta membuktikan bahwa penggusuran yang dilakukan Ahok menggunakan jasa TNI dan Polri telah menyebabkan orang kehilangan pekerjaan, tidak menghargai orang yang telah tinggal selama lebih dari 20 tahun, sebagian besar dilakukan tanpa musyawarah, tidak adanya akses bantuan hukum, adanya kekerasan fisik dan verbal saat penggusuran, dan ganti rugi rusun merupakan ganti rugi yang tidak layak.

Penelitian ini juga membuktikan bahwa penggusuran paksa dan memindahkan ke rusun justru menurunkan kualitas hidup warga; meningkatnya biaya untuk sewa tempat tinggal, meningkatnya biaya tagihan listrik, meningkatnya biaya tagihan air, meningkatnya biaya transportasi, jumlah warga yang bekerja tetap menurun, menurunnya jumlah pendapatan warga, banyaknya warga yang pernah atau mengalami penunggakan biaya sehingga terancam diusir dari rusun, dan tidak ramah dengan kelompok rentan dan disabilitas.

Kebijakan pembangunan berbagai proyek di Ibukota selama kepemimpinannya menggunakan model pembiayaan offbudget telah melanggar UU Perbendaharaan Negara dan UU Keuangan Negara. Jadi dalam hal pemberantasan korupsi, Ahok tidaklah sebersih propaganda pendukungnya. Dalam kasus ini Ahok tidak dapat berlindung di balik kebijakan diskresi karena aturan penggunaan dana proyek pemerintah sudah ada, kecuali memang belum diatur oleh peraturan manapun.

Intinya semua pendanaan kontribusi swasta haruslah melalui mekanisme pembahasan di parlemen demi asas transparansi dan akutabilitas.

Sebenarnya Ketua KPK Agus Rahardjo beberapa waktu telah berjanji akan membahas tentang berbagai pelanggaran hukum yang dilakukan Ahok ini bersama BPK secepatnya. Dalam hal ini Ketua KPK harus lebih didesak, diingatkan akan janjinya.  

Faktanya memang Ahok yang warga keturunan Tionghoa juga dekat dengan sekalangan Taipan keturunan Tionghoa. Para taipan ini mendukung Ahok dengan membiayai sebagian besar lembaga survey. Untuk membuktikannya, seluruh lembaga survey yang mengeluarkan release tentang Pilkada DKI yang menguntungkan (baca: rebound-nya) elektabilitas Ahok hingga angkanya di kisaran 31-35%  harus membuka sumber pembiayaan lembaganya masing-masing.

Sangat tidak rasional seorang terdakwa dapat naik elektabilitasnya. Sederhana saja, pemilih mana yang mau ambil resiko memilih calon gubernur yang akan menghabiskan sebagian besar masa jabatannya nanti di penjara? Untuk merasionalkan angka elektabilitas 31-35%, kabarnya para taipan yang sama juga yang berupaya membersihkan citra Ahok dengan mencalonkannya sebagai peraih Nobel Perdamaian dan Peraih Penghargaan CNN.

Jelaslah bahwa pencalonan untuk kedua penghargaan ini hanyalah propaganda untuk menghapus citra Ahok sebagai seorang pelaku penistaan agama, pelanggar HAM berat, dan koruptor di mata publik. Patut dicurigai, dengan dukungan dana taipan, di lapangan akan terjadi permainan di KPUD DKI Jakarta memanipulasi daftar pemilih ganda yang mencapai 650 ribu jiwa (9,5% pemilih).

Kemudian dengan pembiayaan iklan yang massif di media dan social media akan memikat undecided/swing voters (yang mencapai 20% pemilih) yang juga terpengaruh hasil survey dan propaganda tentang penghargaan Ahok.

Hanya gerakan pro demokrasi yang militan yang dapat mencegah kejahatan demokrasi semacam ini terwujud!

Subscribe to receive free email updates:

loading...

0 Response to "Siapakah Ahok Sebenarnya? "

Post a Comment